ini merupakan tugas filsafat ilmu
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Filsafat dan ilmu pada dasarnya adalah
dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun historis karena
kehadiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat. Filsafat sebagai induk dari
segala ilmu membangun kerangka berpikir. Menurut Ismaun (2001) mengemukan fungsi filsafat ilmu
adalah untuk memberikan landasan filosofi dalam memahami berbagai konsep dan
teori sesuatu displin ilmu dan membekali kemampuan untuk membangun teori
ilmiah.
Hal-hal yang dipelejari dalam filsafat
ilmu yaitu pertama, ontology ilmu
meliputi hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren
dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafat tentang
apa dan bagaimana. Kedua,
epistemology ilmu meliputi sumber ilmu, sarana, dan tata cara menggunakan
sarana tersebut untuk mencapai (ilmiah). Ketiga,
aksiologi ilmu menliputi nilai-nilai (values) yang bersifat normatif dalam
pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana kita jumpai dalam
kehidupan kita yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial,
kawasan simbolik matematis atau fisik/material. Adapun hal yang akan kami bahas
dalam makalah ini adalah mengenai kebenaran, fakta, dan kepercayaan
B.
Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana
dimaksud dengan kebenaran?
2. Bagaimana
dimaksud dengan fakta?
3. Bagaimana
dimaksud dengan kepercayaan?
C.
Tujuan
Berdasarkan
latar belakang di atas, tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu sebagai
berikut.
1. Mendeskripsikan
tentang kebenaran fakta.
2. Mendeskripsikan
tentang fakta.
3. Mendeskripsikan
kepercayaan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kebenaran
Kebenaran adalah suatu nilai utama di
dalam kehidupan manusia, sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani
manusia, artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan selalu berusaha
memeluk suatu kebenaran (Syam dalam Sofyan, 2010: 425). Sedangkan menurut
Russel (dalam Sofyan, 2010: 425) mengatakn bahwa kebenaran adalah suatu sifat
kepercayaan dan diturunkan dari kalimat yang menyatakan kepercayaan tersebut.
Kebenaran merupakan suatu hubungan antara suatu kepercayaan dan fakta. Menurut
Djaelani (dalam Sofyan, 2010: 425) kebenaran adalah persesuaian antara
pernyataan dengan fakta-fakta itu sendiri atau pertimbangan (judgment) dan situasi yang
dipertimbangkan itu berusaha melukiskannya.
Kebenaran adalah soal hubungan antara
pengetahuan dan apa yang dijadikan objeknya, yaitu apabila terdapat persesuaian
dalam hubungan antara objek dan pengetahuan kita tentang objek itu (Gazalba
dalam Sofyan, 2010: 426). Menurut adalah kesesuaian dengan fakta. Kebenaran
adalah perwujudan dari pemahaman subjek tentang sesuatu, terutama yang
bersumber dari sesuatu yang di luar subjek, yaitu fakta, peristiwa, nilai-nilai
(norma hukum) yang bersifat umum. Kebenaran menurut Plato dan Aritoteles adalah
pernyataan yang dianggapbenar itu bersifat koheren atau konsisten dengan
pernyataan sebelumnya (Jalaludin dalamSofyan, 2010: 426). Kebenaran itu
tampaknya bersifat relatif sebab apa yang dianggap benar oleh suatu masyarakat
atau bangsa, belum tentu akan dinilai sebagai suatu kebenaran oleh masyarakat
atau bangsa lain. Dari beberapa pengertian di atas, penulis memahami bahwa
kebenaran adalah sesuatu yang nyata dan sesuai dengan fakta dan bersifat
relatif. Artinya apa yang dianggap seseorang benar, belum tentu orang lain
menganggap benar.
1.
Sifat
Kebenaran
Menurut Mintaredja (dalamSofyan, 2010: 430)
mengatakan kebenaran dapat digunakan sebagai suatu benda yang konkret atau
abstrak. Subjek menyatakan suatu preposisi yang diuji memiliki suatu kualitas,
sifat, hubungan, dan nilai itu sendiri. Kebenaran dalam filsafat dibedakan
menjadi tiga hal.
a. Kebenaran
yang berkaitan dengan kualitas pengetahuan hal ini terbagi atas.
1. Pengetahuan
biasa memiliki inti kebenaran sifatnya subjektif, artinya amat terikat pada
subjek yang mengenal. Dengan demikian, pengetahuan tahap pertama ini memiliki
sifat selalu benar, sejauh sarana untuk memperoleh pengetahuan bersifat normal
atau tidak ada penyimpangan.
2. Pengetahuan
ilmiah, yaitu pengetahuan yang tetap menetapkan objek yang khas atau spesifik
dengan menerapkan metodologi yang khas pula. Kebenaran ilmiah bersifat relatif,
maksudnya kandungan kebenaran mendapatkan revisi yaitu selalu diperkaya oleh
penemuan yang paling mutakhir.
3. Pengetahuan
filsafat, yaitu pengetahuan yang pendekatannya melalui metodologi pemikiran
filsafat yang sifatnya mendasar dan menyeluruh dengan model pemikiran yang
analitis, kritis, dan spekulatif. Sifat kebenaran dalam pengetahuan filsafat
itu absolut.
4. Kebenaran
pengetahuan yang terkandung dalam pengetahuan agama memiliki sifat dogmatis.
Suatu agama selalu dihampiri oleh keyakinan tertentu, sehingga pernyataan dalam
kitab suci agama memiliki kebenaran sesuai dengan keyakinan yang digunakan
untuk memahami.
b. Kebenaran
dikaitkan dengan karakteristik, cara atau alat yang digunakan seseorang
membangun pengetahuannya. Implikasi dari pengguna alat untuk memperoleh
pengetahuan melalui alat indera tertentu akan mengakibatkan karakteristik yang
dikandung oleh pengetahuan memiliki cara tertentu untuk membuktikannya.
c. Kebenaran
yang dikaitkan atas ketergantungan terjadinya pengetahuan. Terjadinya relasi
atau hubungan antara subjek dan objek.
2.
Teori-Teori
Kebenaran
a. Teori
koherensi
Teori
ini menegaskan bahwa suatu proposisi (pernyataan suatu penegetahuan) diakui
benar atau sahih jika proposisi itu memiliki hubungan dengan ide atau gagasan
dari proposisi sebelumnya yang juga sahih dan dapat dibuktikan secara logika
sesuai dengan keterangan dan ketentuan logika. Teori koherensi adalah kebenaran
yang ditegakkan atas dasar hubungan keputusan baru dengan keputusan-keputusan
yang telah diketahui dan diakui kebenarannya terlebih dahulu. Matematika dan
silogisme adalah contoh teori koherensi. Contoh: 3 + 4= 7; 5 + 2=7; 6 + 1=7. Tiga pernyataan tadi benar dan
konsisten, sebab pernyataan dan kesimpulan yang ditariknya adalah konsisten
dengan pernyataan dan kesimpulan terdahulu yang dianggap benar.
b. Teori
Korespondensi
Teori ini mengatakan bahwa suatu
pengetahuan itu benar, apabila proposisi bersesuaian dengan realitas yang
menjadi objek pengetahuan itu dan kepastian inderawi. Dengan demikian,
kesahihan pengetahuan itu dapat dibuktikan secara langsung. Suatu pernyataan
benar apabila materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkoresponden
(berhubungan) dengan objek yang dituju. Ibu kota Indonesia adalah Jakarta. Maka
pernyataan itu benar oleh karena pernyataan itu berkorespenden dengan objek
aktual yaitu Jakarta memang Ibu Kota Republik Indonesia.
c. Teori
Pragmatis
Menegaskan bahwa pengetahuan itu sahih,
jika proposisinya memiliki konsekuensi kegunaan atau benar-benar bermanfaat
bagi yang memiliki pengetahuan itu. Aliran pragmatisme menyatakan bahwa nilai
akhir dari suatu ide atau kebenaran yang disepakati adalah kegunaannya untuk
menyelesaikan masalah-masalah praktis. Teori kesahihan pragmatis adalah teori
kesahihan yang termasuk teori tradisional, selain koheren dan korespodensi.
Teori berkembang pada abad XIX dan awal abad XX.
Suatu pernyataan benar diukur dengan
kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan
praktis. Konsekuensi dari pernyataan tersebut memunyai kegunaan praktis dalam
kehidupan manusia. Sekiranya ada orang mengatakan teori X tersebuat
dikembangkan teknik Y dalam meningkatkan kemampuan belajar dan ternyata secara
aktual bahwa teknik Y dalam meningkatkan kemampuan belajar, maka teori X
dianggap benar, sebab teori X ini adalah bersifat fungsional dan memunyai
kegunaan. Suatu benar kalau dapat dimanfaatkan secara praktis dan tidak
mempermasalahkan hakikatnya.
d. Teori
kesahihan semantik
Teori yang menekankan arti dan makna
suatu proposisi. Menurut teori ini arti dan makna sesungguhnya mengacu pada
referensi atau realitas dan bisa juga arti definitif dengan menunjuk ciri khas
yang ada. Teori kebenaran semantik menyatakan bahwa proposisi itu memunyai
nilai kebenaran bila proposisi itu memiliki arti.
e. Teori
kebenaran sintaksis
Proposisi yang mengikuti keteraturan gramatika
yang telah diisyaratkan. Suatu adalah benar, bila mengikuti atau mematuhi hal
yang diisyaratkan dari proposisi itu tidak mengikuti syarat atau keluar dari
hal yang diisyaratkan, maka proposisi itu memunyai arti.
f. Teori
kesahihan logika yang berlebihan
Teori ini hendak menunjukkan bahwa
proposisi menunjukkan bahwa proposisi logis yang memiliki term berbeda, tetapi
berisi informasi sama, dan tidak perlu dibuktikan lagi atau sudah menjadi bentuk
logik yang berlebihan. Misal, siklus adalah lingkaran atau lingkaran adalah
bulatan dan sebagainya. Proposisi lingkaran bulat tidak perlu dibuktikan lagi karena
lingkaran adalah sesuatu yang terdiri dari rangkaian titik tertentu, sehingga
berupa garis yang bulat. Teori ini banyak dianut olah kelompok aliran
positivism, seperti Ayer, Gallagher.
B.
Kepercayaan
Disamping berdimensi berfikir maka
manusia itu berdimensi percaya. Percaya adalah sikap dan sifat, membenarkan
sesuatu, atau menganggap sesuatu sebagai benar. Kepastian adalah sikap mental
atas dasar keyakinan bahwa ada kebenaran, tetapi kebenaran yang diselidiki
sendiri. Adapula kemungkinan bahwa orang memunyai keyakinan akan kebenaran
bukan karena penyelidikkan sendiri, melainkan atas pemberitahuan pihak lain.
Ahli ilmu falak mengatakan misalnya bahwa pada tanggal tertentu akan ada
gerhana bulan. Penulis yakin bahwa pemberitahuan itu benar, jadi setelah diberitahu itu, penulis tahu akan sesuatu
kebenaran. Pengetahuan yang
tercapai itu disebut kepercayaan. Kepastian terdapat karena percaya ini tidak
perlu kurang pastinya dari kepastian yang diperoleh sendiri.
Jadi, kepercayaan itu adalah anggapan atau sikap mental bahwa sesuatu itu
benar. Arti lain dari kepercayaan adalah sesuatu yang diakui sebagai benar.
Kita tidak bisa membayangkan manusia dapat hidup tanpa kepercayaan apapun baik
dalam arti yang pertama maupun dalam arti yang kedua.
Keyakinan adalah suatu sikap yang
ditunjukkan oleh manusia saat ia merasa cukup tahu dan menyimpulkan bahwa
dirinya telah mencapai kebenaran. Karena keyakinan merupakan suatu sikap, maka
keyakinan seseorang tidak selalu benar atau keyakinan semata bukanlah jaminan
kebenaran. Jika keyakinan tidak ada keraguan yang akan muncul dan kesalahan
akan sering kali menghalangi. Keyakinan sangat penting dalam kehidupan seperti keyakinan
dalam memeluk agama. Kepercayaan adalah suatu keadaan psikologis pada saat
seseorang menganggap suatu premisi benar. Kita yakin dalam satu hal maka
kepercayaan akan muncul. Keyakinan sangan berdampingan dalam hidup. Contoh,
pada saat kesulitan menghampiri maka sangat di perlukan sikap keyakinan agar
kesulitan yang di alami dapat di lewatkan. Kenyakinan sangat vital dalam hidup. Tidak ada salahnya kita gunakan keyakinan kita
dengan penuh percaya, mudah-mudahan bisa membantu dalam hidup.
1.
Macam-macam
Kepercayaan
a. Kepercayaan
dalam kehidupan sehari-hari
Kita lihat dalam kehidupan
sehari-hari yang kita akui sebagai ibu kandung kita, sesungguhnya kita terima
semata-mata atas dasar kepercayaan karena kita tidak merasa perlu membuktikannya.
Kita dapat makan sebagai hal yang dapat kita lakukan sehari-hari, apabila kita
senantiasa dikuasai kesangsian atau ketidakpercayaan atas setiap makanan yang
kita makan itu. Dihubungkan dengan contoh lain, kita tidak akan pernah naik
kendaraan bermotor yang dikemudikan orang lain bila kita tidak memunyai
kepercayaan atas kendaraan (mobil, kereta api, kapal laut, pesawat terbang, dan
sebagainya) yang kita tumpangi dan bila kita memunyai kepercayaan kepada
pengemudinya tanpa kita terlebih dahulu mempelajari dan menyelidiki secara
ilmiah segala seluk beluk mesin kendaraan. Tanpa kita terlebih dahulu mengetes
dan mengecek kemampuan dan kemahiran pengemudi secara seksama. Walaupun yang
kita percayai pada mulanya dengan begitu saja itu mungkin saja kemudian dapat
diperkuat dengan bukti-bukti hasil penyelidikan rasional, namun itu masalah kemudian
bukan masalah permulaan.
b. Kepercayaan
dalam ilmu pengetahuan
Amidjaja, Rektor ITB pernah mengemukakan
bahwa dalam ilmu pengetahuan yang dilandasi dengan kesangsian, namun masalah
kepercayaan tidak dapat dikesampingkan. Para pemula dalam disiplin ilmu
pengetahuan tertentu pertama-tama menerima saja terlebih dahulu suatu dalil
atau aksioma atas dasar kepercayaan. Walaupun dalam perkembangan kemudia
melalui proses analisa dan penelitian rasional akhirnya sampai juga pada dalil
aksioma yang pada mulanya diterima begitu saja atas dasar kepercayaan itu. Ilmu
pengetahuan dalam mengemukakan pendapat bersandar pada ponstulat-ponstulat
tertentu atau kebenaran-kebenaran yang sudah diterima dengan begitu sebelum
secara mutlak yang diterima begitu saja atas dasar kepercayaan semat-mata.
Sekali lagi kita tegaskan bahwa dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan sekalipun yang
konon diawali dengan keraguan dan kesangsian itu sendiri.
c. Kepercayaan
dalam filsafat
Seseorang yang terkemukan dari penyangsi
modern ialah Descartes (1596-1650) seorang ilmu pasti yang paling ulung pada
zamannya yang juga peletak dasar rasionalisme yang sebenarnya di Eropa. menurut
aliran rasionalime akal manusia itu memang cukup kuat untuk memecahkan segala
soal, cukup kuat untuk mencapai kebenaran yang terakhir setidak-tidaknya cukup
kuat untuk mengejarnya atas dasar akal sendiri. Penuh keyakinan aliran
rasionalisme percaya dengan maksud percaya adalah esa, akan hal manusia sebagai
kunci yang membuka segala rahasia. Hanyalah dapat ditanyakan keyakinan itu
berdasarkan atas apa? Pada pikiran hemat kami tidak dapat dihindarkan,
keterangan bahwa penelitian akal manusia sebagai dasar atas pangkal filsafat
dan ilmu pengetahuan adalah suatu pemilihan yang ada pada tidak akal sifatnya.
Rasionalisme memilih akal itu karena kepercayaan terhadap akal. Dalam
kepercayan itu tidak dicapai dengan jalan pikiran yang akali melainkan
kepercayaan itulah tidak lain daripada keyakinan. Atas dasar rasionalisme
memilih akal manusia sebagai titik berangkat atau akal pikiran.
Tiap-tipa filosof membutuhkan suatu
pangkal pikiran atau titik berangkat. Ada yang memilih akal sebagai titik
berangkat, ada yang memilih arus hidup ada yang memilih eksistensi. Pemilihan
itu tergantung daripada keyakinan ahli pikir sendiri. Jadi dalam filsafat
sekalipun yang katanya mencari keberanaran secara radikal, integral, universal
itu, terbukti bahwa ada unsur atau faktor kepercayaan tersebut menjadi pangkal
tolaknya sendiri.
d. Kepercayaan
dalam agama
Manusia memerlukan suatu bentuk
kepercayan. Hal itu akan mengahadirkan nilai-nilai guna untuk menopang
hidupnya. Sikap kepercayaan atau ragu yang sempurna tidak mungkin dapat terjadi,
tetapi selain kepercayaan itu dapat dianut sesuai dengan kebutuhan demikian
pula cara kepercayaanpun harus benar pula. Menganut kepercayaan yang salah bukan saja dikehendaki, tetapi
bahkan berbahaya. Disebabkan kepercayaan itu diperlukan maka dalam kenyataannya
kita temui bentuk-bentuk kepercayaan iu berbeda satu dengan yang lainnya.
Faktor
kepercayaan ini mutlak dalam agama. Dalam agama, kepercayaan merupakan suatu
unsur yang amat penting dan dalam hal
ini amat masuk akal alaannya kebenaran yang dipercayai oleh kaum yang beragama
ini diyakini sebab diberitahukan oleh yang tak dapat berdusta (Tuhan sendiri)
atau paling sedikit seorang yang menerima tugas memberitahukan kebenaran ini
kepada umat manusia, ia patut dipercaya. Percaya ialah menerima kebenaran demi
kewibawaan.
C.
Pengertian
Fakta
Fakta adalah
sebagai faktor nyata atau suatu realitas yang ada di
suatu tempat dan dalam waktu tertentu tentang apa yang kita amati (lihat ,dengar,
raba ,cicip dan cium). Realitas yang kita amati itu bisa berupa kejadian, benda
simbol sifat dan lain sebagainya. Fakta dapat dipahami dalam tiga bentuk. Pertama, fakta yang berupa benda seperti batu, pohon,
orang dan sebagainya. Kedua, berupa situasi atau kondisi seperti panas,
kotor, bising dan sebagainya. Ketiga, peristiwa atau kejadian seperti
kebakaran, perkelahian dan proses lainnya.
Fakta adalah apa yang membuat pernyataan
itu betul atau salah. Fakta menurut Russel (dalam Sofyan, 2010:425) adalah
sesuatu yang ada. Fakta berbentuk konkret dapat ditangkap pancaindera, dapat
diketahui dan dapat diakui kebenarannya (Gazalba dalam Sofyan, 2010:425). Fakta atau
kenyataan memiliki pengertian yang beragam, bergantung dari sudut pandang
filosofis yang melandasinya.
Ada beberapa pandangan, sebagai berikut.
1. Positivistik berpandangan bahwa sesuatu yang nyata bila ada
korespondensi antara yang sensual satu dengan sensual lainnya.
2. Fenomenologik memiliki dua arah perkembangan mengenai pengertian
kenyataan ini. Pertama, menjurus ke arah teori korespondensi yaitu adanya
korespondensi antara ide dengan fenomena. Kedua, menjurus ke arah koherensi
moralitas, kesesuaian antara fenomena dengan sistem nilai.
3. Rasionalistik menganggap suatu sebagai nyata, bila ada koherensi antara
empirik dengan skema rasional, dan
4. Realisme-metafisik berpendapat bahwa sesuatu yang nyata bila ada
koherensi antara empiris dengan
obyektif.
Di sisi lain,
Bagus (1996) memberikan penjelasan tentang fakta obyektif dan fakta ilmiah.
Fakta obyektif yaitu peristiwa, fenomen atau bagian realitas yang merupakan
obyek kegiatan atau pengetahuan praktis manusia. Sedangkan fakta ilmiah
merupakan refleksi terhadap fakta obyektif dalam kesadaran manusia. Dimaksud refleksi adalah
deskripsi fakta obyektif dalam bahasa tertentu. Fakta ilmiah merupakan dasar
bagi bangunan teoritis. Tanpa fakta-fakta ini bangunan teoritis itu mustahil.
Fakta ilmiah tidak terpisahkan dari bahasa yang diungkapkan dalam
istilah-istilah dan kumpulan fakta ilmiah membentuk suatu deskripsi ilmiah.
BAB
III
PENUTUP
A. Simpulan
Kebenaran
dapat digunakan sebagai suatu benda yang konkret atau abstrak. Subjek menyatakan
suatu preposisi yang diuji memiliki suatu kualitas, sifat, hubungan, dan nilai
itu sendiri. Kebenaran adalah suatu nilai utama di dalam kehidupan manusia,
sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia, artinya sifat manusiawi
atau martabat kemanusiaan selalu berusaha memeluk suatu kebenaran (Syam dalam
Sofyan, 2010: 425). Sedangkan menurut Russel (dalam Sofyan, 2010: 425)
mengatakn bahwa kebenaran adalah suatu sifat kepercayaan dan diturunkan dari
kalimat yang menyatakan kepercayaan tersebut. Kebenaran merupakan suatu
hubungan antara suatu kepercayaan dan fakta.
Keyakinan
adalah suatu sikap yang ditunjukkan oleh manusia saat ia merasa cukup tahu dan
menyimpulkan bahwa dirinya telah mencapai kebenaran. Karena keyakinan merupakan
suatu sikap, maka keyakinan seseorang tidak selalu benar atau keyakinan semata
bukanlah jaminan kebenaran.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Filsafat dan ilmu pada dasarnya adalah
dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun historis karena
kehadiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat. Filsafat sebagai induk dari
segala ilmu membangun kerangka berpikir. Menurut Ismaun (2001) mengemukan fungsi filsafat ilmu
adalah untuk memberikan landasan filosofi dalam memahami berbagai konsep dan
teori sesuatu displin ilmu dan membekali kemampuan untuk membangun teori
ilmiah.
Hal-hal yang dipelejari dalam filsafat
ilmu yaitu pertama, ontology ilmu
meliputi hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren
dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafat tentang
apa dan bagaimana. Kedua,
epistemology ilmu meliputi sumber ilmu, sarana, dan tata cara menggunakan
sarana tersebut untuk mencapai (ilmiah). Ketiga,
aksiologi ilmu menliputi nilai-nilai (values) yang bersifat normatif dalam
pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana kita jumpai dalam
kehidupan kita yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial,
kawasan simbolik matematis atau fisik/material. Adapun hal yang akan kami bahas
dalam makalah ini adalah mengenai kebenaran, fakta, dan kepercayaan
B.
Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana
dimaksud dengan kebenaran?
2. Bagaimana
dimaksud dengan fakta?
3. Bagaimana
dimaksud dengan kepercayaan?
C.
Tujuan
Berdasarkan
latar belakang di atas, tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu sebagai
berikut.
1. Mendeskripsikan
tentang kebenaran fakta.
2. Mendeskripsikan
tentang fakta.
3. Mendeskripsikan
kepercayaan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kebenaran
Kebenaran adalah suatu nilai utama di
dalam kehidupan manusia, sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani
manusia, artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan selalu berusaha
memeluk suatu kebenaran (Syam dalam Sofyan, 2010: 425). Sedangkan menurut
Russel (dalam Sofyan, 2010: 425) mengatakn bahwa kebenaran adalah suatu sifat
kepercayaan dan diturunkan dari kalimat yang menyatakan kepercayaan tersebut.
Kebenaran merupakan suatu hubungan antara suatu kepercayaan dan fakta. Menurut
Djaelani (dalam Sofyan, 2010: 425) kebenaran adalah persesuaian antara
pernyataan dengan fakta-fakta itu sendiri atau pertimbangan (judgment) dan situasi yang
dipertimbangkan itu berusaha melukiskannya.
Kebenaran adalah soal hubungan antara
pengetahuan dan apa yang dijadikan objeknya, yaitu apabila terdapat persesuaian
dalam hubungan antara objek dan pengetahuan kita tentang objek itu (Gazalba
dalam Sofyan, 2010: 426). Menurut adalah kesesuaian dengan fakta. Kebenaran
adalah perwujudan dari pemahaman subjek tentang sesuatu, terutama yang
bersumber dari sesuatu yang di luar subjek, yaitu fakta, peristiwa, nilai-nilai
(norma hukum) yang bersifat umum. Kebenaran menurut Plato dan Aritoteles adalah
pernyataan yang dianggapbenar itu bersifat koheren atau konsisten dengan
pernyataan sebelumnya (Jalaludin dalamSofyan, 2010: 426). Kebenaran itu
tampaknya bersifat relatif sebab apa yang dianggap benar oleh suatu masyarakat
atau bangsa, belum tentu akan dinilai sebagai suatu kebenaran oleh masyarakat
atau bangsa lain. Dari beberapa pengertian di atas, penulis memahami bahwa
kebenaran adalah sesuatu yang nyata dan sesuai dengan fakta dan bersifat
relatif. Artinya apa yang dianggap seseorang benar, belum tentu orang lain
menganggap benar.
1.
Sifat
Kebenaran
Menurut Mintaredja (dalamSofyan, 2010: 430)
mengatakan kebenaran dapat digunakan sebagai suatu benda yang konkret atau
abstrak. Subjek menyatakan suatu preposisi yang diuji memiliki suatu kualitas,
sifat, hubungan, dan nilai itu sendiri. Kebenaran dalam filsafat dibedakan
menjadi tiga hal.
a. Kebenaran
yang berkaitan dengan kualitas pengetahuan hal ini terbagi atas.
1. Pengetahuan
biasa memiliki inti kebenaran sifatnya subjektif, artinya amat terikat pada
subjek yang mengenal. Dengan demikian, pengetahuan tahap pertama ini memiliki
sifat selalu benar, sejauh sarana untuk memperoleh pengetahuan bersifat normal
atau tidak ada penyimpangan.
2. Pengetahuan
ilmiah, yaitu pengetahuan yang tetap menetapkan objek yang khas atau spesifik
dengan menerapkan metodologi yang khas pula. Kebenaran ilmiah bersifat relatif,
maksudnya kandungan kebenaran mendapatkan revisi yaitu selalu diperkaya oleh
penemuan yang paling mutakhir.
3. Pengetahuan
filsafat, yaitu pengetahuan yang pendekatannya melalui metodologi pemikiran
filsafat yang sifatnya mendasar dan menyeluruh dengan model pemikiran yang
analitis, kritis, dan spekulatif. Sifat kebenaran dalam pengetahuan filsafat
itu absolut.
4. Kebenaran
pengetahuan yang terkandung dalam pengetahuan agama memiliki sifat dogmatis.
Suatu agama selalu dihampiri oleh keyakinan tertentu, sehingga pernyataan dalam
kitab suci agama memiliki kebenaran sesuai dengan keyakinan yang digunakan
untuk memahami.
b. Kebenaran
dikaitkan dengan karakteristik, cara atau alat yang digunakan seseorang
membangun pengetahuannya. Implikasi dari pengguna alat untuk memperoleh
pengetahuan melalui alat indera tertentu akan mengakibatkan karakteristik yang
dikandung oleh pengetahuan memiliki cara tertentu untuk membuktikannya.
c. Kebenaran
yang dikaitkan atas ketergantungan terjadinya pengetahuan. Terjadinya relasi
atau hubungan antara subjek dan objek.
2.
Teori-Teori
Kebenaran
a. Teori
koherensi
Teori
ini menegaskan bahwa suatu proposisi (pernyataan suatu penegetahuan) diakui
benar atau sahih jika proposisi itu memiliki hubungan dengan ide atau gagasan
dari proposisi sebelumnya yang juga sahih dan dapat dibuktikan secara logika
sesuai dengan keterangan dan ketentuan logika. Teori koherensi adalah kebenaran
yang ditegakkan atas dasar hubungan keputusan baru dengan keputusan-keputusan
yang telah diketahui dan diakui kebenarannya terlebih dahulu. Matematika dan
silogisme adalah contoh teori koherensi. Contoh: 3 + 4= 7; 5 + 2=7; 6 + 1=7. Tiga pernyataan tadi benar dan
konsisten, sebab pernyataan dan kesimpulan yang ditariknya adalah konsisten
dengan pernyataan dan kesimpulan terdahulu yang dianggap benar.
b. Teori
Korespondensi
Teori ini mengatakan bahwa suatu
pengetahuan itu benar, apabila proposisi bersesuaian dengan realitas yang
menjadi objek pengetahuan itu dan kepastian inderawi. Dengan demikian,
kesahihan pengetahuan itu dapat dibuktikan secara langsung. Suatu pernyataan
benar apabila materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkoresponden
(berhubungan) dengan objek yang dituju. Ibu kota Indonesia adalah Jakarta. Maka
pernyataan itu benar oleh karena pernyataan itu berkorespenden dengan objek
aktual yaitu Jakarta memang Ibu Kota Republik Indonesia.
c. Teori
Pragmatis
Menegaskan bahwa pengetahuan itu sahih,
jika proposisinya memiliki konsekuensi kegunaan atau benar-benar bermanfaat
bagi yang memiliki pengetahuan itu. Aliran pragmatisme menyatakan bahwa nilai
akhir dari suatu ide atau kebenaran yang disepakati adalah kegunaannya untuk
menyelesaikan masalah-masalah praktis. Teori kesahihan pragmatis adalah teori
kesahihan yang termasuk teori tradisional, selain koheren dan korespodensi.
Teori berkembang pada abad XIX dan awal abad XX.
Suatu pernyataan benar diukur dengan
kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan
praktis. Konsekuensi dari pernyataan tersebut memunyai kegunaan praktis dalam
kehidupan manusia. Sekiranya ada orang mengatakan teori X tersebuat
dikembangkan teknik Y dalam meningkatkan kemampuan belajar dan ternyata secara
aktual bahwa teknik Y dalam meningkatkan kemampuan belajar, maka teori X
dianggap benar, sebab teori X ini adalah bersifat fungsional dan memunyai
kegunaan. Suatu benar kalau dapat dimanfaatkan secara praktis dan tidak
mempermasalahkan hakikatnya.
d. Teori
kesahihan semantik
Teori yang menekankan arti dan makna
suatu proposisi. Menurut teori ini arti dan makna sesungguhnya mengacu pada
referensi atau realitas dan bisa juga arti definitif dengan menunjuk ciri khas
yang ada. Teori kebenaran semantik menyatakan bahwa proposisi itu memunyai
nilai kebenaran bila proposisi itu memiliki arti.
e. Teori
kebenaran sintaksis
Proposisi yang mengikuti keteraturan gramatika
yang telah diisyaratkan. Suatu adalah benar, bila mengikuti atau mematuhi hal
yang diisyaratkan dari proposisi itu tidak mengikuti syarat atau keluar dari
hal yang diisyaratkan, maka proposisi itu memunyai arti.
f. Teori
kesahihan logika yang berlebihan
Teori ini hendak menunjukkan bahwa
proposisi menunjukkan bahwa proposisi logis yang memiliki term berbeda, tetapi
berisi informasi sama, dan tidak perlu dibuktikan lagi atau sudah menjadi bentuk
logik yang berlebihan. Misal, siklus adalah lingkaran atau lingkaran adalah
bulatan dan sebagainya. Proposisi lingkaran bulat tidak perlu dibuktikan lagi karena
lingkaran adalah sesuatu yang terdiri dari rangkaian titik tertentu, sehingga
berupa garis yang bulat. Teori ini banyak dianut olah kelompok aliran
positivism, seperti Ayer, Gallagher.
B.
Kepercayaan
Disamping berdimensi berfikir maka
manusia itu berdimensi percaya. Percaya adalah sikap dan sifat, membenarkan
sesuatu, atau menganggap sesuatu sebagai benar. Kepastian adalah sikap mental
atas dasar keyakinan bahwa ada kebenaran, tetapi kebenaran yang diselidiki
sendiri. Adapula kemungkinan bahwa orang memunyai keyakinan akan kebenaran
bukan karena penyelidikkan sendiri, melainkan atas pemberitahuan pihak lain.
Ahli ilmu falak mengatakan misalnya bahwa pada tanggal tertentu akan ada
gerhana bulan. Penulis yakin bahwa pemberitahuan itu benar, jadi setelah diberitahu itu, penulis tahu akan sesuatu
kebenaran. Pengetahuan yang
tercapai itu disebut kepercayaan. Kepastian terdapat karena percaya ini tidak
perlu kurang pastinya dari kepastian yang diperoleh sendiri.
Jadi, kepercayaan itu adalah anggapan atau sikap mental bahwa sesuatu itu
benar. Arti lain dari kepercayaan adalah sesuatu yang diakui sebagai benar.
Kita tidak bisa membayangkan manusia dapat hidup tanpa kepercayaan apapun baik
dalam arti yang pertama maupun dalam arti yang kedua.
Keyakinan adalah suatu sikap yang
ditunjukkan oleh manusia saat ia merasa cukup tahu dan menyimpulkan bahwa
dirinya telah mencapai kebenaran. Karena keyakinan merupakan suatu sikap, maka
keyakinan seseorang tidak selalu benar atau keyakinan semata bukanlah jaminan
kebenaran. Jika keyakinan tidak ada keraguan yang akan muncul dan kesalahan
akan sering kali menghalangi. Keyakinan sangat penting dalam kehidupan seperti keyakinan
dalam memeluk agama. Kepercayaan adalah suatu keadaan psikologis pada saat
seseorang menganggap suatu premisi benar. Kita yakin dalam satu hal maka
kepercayaan akan muncul. Keyakinan sangan berdampingan dalam hidup. Contoh,
pada saat kesulitan menghampiri maka sangat di perlukan sikap keyakinan agar
kesulitan yang di alami dapat di lewatkan. Kenyakinan sangat vital dalam hidup. Tidak ada salahnya kita gunakan keyakinan kita
dengan penuh percaya, mudah-mudahan bisa membantu dalam hidup.
1.
Macam-macam
Kepercayaan
a. Kepercayaan
dalam kehidupan sehari-hari
Kita lihat dalam kehidupan
sehari-hari yang kita akui sebagai ibu kandung kita, sesungguhnya kita terima
semata-mata atas dasar kepercayaan karena kita tidak merasa perlu membuktikannya.
Kita dapat makan sebagai hal yang dapat kita lakukan sehari-hari, apabila kita
senantiasa dikuasai kesangsian atau ketidakpercayaan atas setiap makanan yang
kita makan itu. Dihubungkan dengan contoh lain, kita tidak akan pernah naik
kendaraan bermotor yang dikemudikan orang lain bila kita tidak memunyai
kepercayaan atas kendaraan (mobil, kereta api, kapal laut, pesawat terbang, dan
sebagainya) yang kita tumpangi dan bila kita memunyai kepercayaan kepada
pengemudinya tanpa kita terlebih dahulu mempelajari dan menyelidiki secara
ilmiah segala seluk beluk mesin kendaraan. Tanpa kita terlebih dahulu mengetes
dan mengecek kemampuan dan kemahiran pengemudi secara seksama. Walaupun yang
kita percayai pada mulanya dengan begitu saja itu mungkin saja kemudian dapat
diperkuat dengan bukti-bukti hasil penyelidikan rasional, namun itu masalah kemudian
bukan masalah permulaan.
b. Kepercayaan
dalam ilmu pengetahuan
Amidjaja, Rektor ITB pernah mengemukakan
bahwa dalam ilmu pengetahuan yang dilandasi dengan kesangsian, namun masalah
kepercayaan tidak dapat dikesampingkan. Para pemula dalam disiplin ilmu
pengetahuan tertentu pertama-tama menerima saja terlebih dahulu suatu dalil
atau aksioma atas dasar kepercayaan. Walaupun dalam perkembangan kemudia
melalui proses analisa dan penelitian rasional akhirnya sampai juga pada dalil
aksioma yang pada mulanya diterima begitu saja atas dasar kepercayaan itu. Ilmu
pengetahuan dalam mengemukakan pendapat bersandar pada ponstulat-ponstulat
tertentu atau kebenaran-kebenaran yang sudah diterima dengan begitu sebelum
secara mutlak yang diterima begitu saja atas dasar kepercayaan semat-mata.
Sekali lagi kita tegaskan bahwa dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan sekalipun yang
konon diawali dengan keraguan dan kesangsian itu sendiri.
c. Kepercayaan
dalam filsafat
Seseorang yang terkemukan dari penyangsi
modern ialah Descartes (1596-1650) seorang ilmu pasti yang paling ulung pada
zamannya yang juga peletak dasar rasionalisme yang sebenarnya di Eropa. menurut
aliran rasionalime akal manusia itu memang cukup kuat untuk memecahkan segala
soal, cukup kuat untuk mencapai kebenaran yang terakhir setidak-tidaknya cukup
kuat untuk mengejarnya atas dasar akal sendiri. Penuh keyakinan aliran
rasionalisme percaya dengan maksud percaya adalah esa, akan hal manusia sebagai
kunci yang membuka segala rahasia. Hanyalah dapat ditanyakan keyakinan itu
berdasarkan atas apa? Pada pikiran hemat kami tidak dapat dihindarkan,
keterangan bahwa penelitian akal manusia sebagai dasar atas pangkal filsafat
dan ilmu pengetahuan adalah suatu pemilihan yang ada pada tidak akal sifatnya.
Rasionalisme memilih akal itu karena kepercayaan terhadap akal. Dalam
kepercayan itu tidak dicapai dengan jalan pikiran yang akali melainkan
kepercayaan itulah tidak lain daripada keyakinan. Atas dasar rasionalisme
memilih akal manusia sebagai titik berangkat atau akal pikiran.
Tiap-tipa filosof membutuhkan suatu
pangkal pikiran atau titik berangkat. Ada yang memilih akal sebagai titik
berangkat, ada yang memilih arus hidup ada yang memilih eksistensi. Pemilihan
itu tergantung daripada keyakinan ahli pikir sendiri. Jadi dalam filsafat
sekalipun yang katanya mencari keberanaran secara radikal, integral, universal
itu, terbukti bahwa ada unsur atau faktor kepercayaan tersebut menjadi pangkal
tolaknya sendiri.
d. Kepercayaan
dalam agama
Manusia memerlukan suatu bentuk
kepercayan. Hal itu akan mengahadirkan nilai-nilai guna untuk menopang
hidupnya. Sikap kepercayaan atau ragu yang sempurna tidak mungkin dapat terjadi,
tetapi selain kepercayaan itu dapat dianut sesuai dengan kebutuhan demikian
pula cara kepercayaanpun harus benar pula. Menganut kepercayaan yang salah bukan saja dikehendaki, tetapi
bahkan berbahaya. Disebabkan kepercayaan itu diperlukan maka dalam kenyataannya
kita temui bentuk-bentuk kepercayaan iu berbeda satu dengan yang lainnya.
Faktor
kepercayaan ini mutlak dalam agama. Dalam agama, kepercayaan merupakan suatu
unsur yang amat penting dan dalam hal
ini amat masuk akal alaannya kebenaran yang dipercayai oleh kaum yang beragama
ini diyakini sebab diberitahukan oleh yang tak dapat berdusta (Tuhan sendiri)
atau paling sedikit seorang yang menerima tugas memberitahukan kebenaran ini
kepada umat manusia, ia patut dipercaya. Percaya ialah menerima kebenaran demi
kewibawaan.
C.
Pengertian
Fakta
Fakta adalah
sebagai faktor nyata atau suatu realitas yang ada di
suatu tempat dan dalam waktu tertentu tentang apa yang kita amati (lihat ,dengar,
raba ,cicip dan cium). Realitas yang kita amati itu bisa berupa kejadian, benda
simbol sifat dan lain sebagainya. Fakta dapat dipahami dalam tiga bentuk. Pertama, fakta yang berupa benda seperti batu, pohon,
orang dan sebagainya. Kedua, berupa situasi atau kondisi seperti panas,
kotor, bising dan sebagainya. Ketiga, peristiwa atau kejadian seperti
kebakaran, perkelahian dan proses lainnya.
Fakta adalah apa yang membuat pernyataan
itu betul atau salah. Fakta menurut Russel (dalam Sofyan, 2010:425) adalah
sesuatu yang ada. Fakta berbentuk konkret dapat ditangkap pancaindera, dapat
diketahui dan dapat diakui kebenarannya (Gazalba dalam Sofyan, 2010:425). Fakta atau
kenyataan memiliki pengertian yang beragam, bergantung dari sudut pandang
filosofis yang melandasinya.
Ada beberapa pandangan, sebagai berikut.
1. Positivistik berpandangan bahwa sesuatu yang nyata bila ada
korespondensi antara yang sensual satu dengan sensual lainnya.
2. Fenomenologik memiliki dua arah perkembangan mengenai pengertian
kenyataan ini. Pertama, menjurus ke arah teori korespondensi yaitu adanya
korespondensi antara ide dengan fenomena. Kedua, menjurus ke arah koherensi
moralitas, kesesuaian antara fenomena dengan sistem nilai.
3. Rasionalistik menganggap suatu sebagai nyata, bila ada koherensi antara
empirik dengan skema rasional, dan
4. Realisme-metafisik berpendapat bahwa sesuatu yang nyata bila ada
koherensi antara empiris dengan
obyektif.
Di sisi lain,
Bagus (1996) memberikan penjelasan tentang fakta obyektif dan fakta ilmiah.
Fakta obyektif yaitu peristiwa, fenomen atau bagian realitas yang merupakan
obyek kegiatan atau pengetahuan praktis manusia. Sedangkan fakta ilmiah
merupakan refleksi terhadap fakta obyektif dalam kesadaran manusia. Dimaksud refleksi adalah
deskripsi fakta obyektif dalam bahasa tertentu. Fakta ilmiah merupakan dasar
bagi bangunan teoritis. Tanpa fakta-fakta ini bangunan teoritis itu mustahil.
Fakta ilmiah tidak terpisahkan dari bahasa yang diungkapkan dalam
istilah-istilah dan kumpulan fakta ilmiah membentuk suatu deskripsi ilmiah.
BAB
III
PENUTUP
A. Simpulan
Kebenaran
dapat digunakan sebagai suatu benda yang konkret atau abstrak. Subjek menyatakan
suatu preposisi yang diuji memiliki suatu kualitas, sifat, hubungan, dan nilai
itu sendiri. Kebenaran adalah suatu nilai utama di dalam kehidupan manusia,
sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia, artinya sifat manusiawi
atau martabat kemanusiaan selalu berusaha memeluk suatu kebenaran (Syam dalam
Sofyan, 2010: 425). Sedangkan menurut Russel (dalam Sofyan, 2010: 425)
mengatakn bahwa kebenaran adalah suatu sifat kepercayaan dan diturunkan dari
kalimat yang menyatakan kepercayaan tersebut. Kebenaran merupakan suatu
hubungan antara suatu kepercayaan dan fakta.
Keyakinan
adalah suatu sikap yang ditunjukkan oleh manusia saat ia merasa cukup tahu dan
menyimpulkan bahwa dirinya telah mencapai kebenaran. Karena keyakinan merupakan
suatu sikap, maka keyakinan seseorang tidak selalu benar atau keyakinan semata
bukanlah jaminan kebenaran.